Solo Pos 29 09 2015
Solopos.com, SOLO — Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Jawa Tengah (TKPKD Jateng) sekaligus Wakil Gubernur Jateng, Heru Sudjatmoko, pekan lalu menjelaskan pemetaan 15 kabupaten/kota di Jateng yang masuk zona merah kemiskinan, berpenduduk miskin terbanyak.
Dua kabupaten di Soloraya, yaitu Sragen dan Klaten, berkategori merah. Sementara Kabupaten Wonogiri, Karanganyar, Boyolali, dan Solo masuk zona kuning. Hanya Kabupaten Sukoharjo merupakan satu-satunya kabupaten di Soloraya yang masuk zona hijau dengan jumlah penduduk miskin paling sedikit di Soloraya.
Berita ini menjadi semacam anomali pada saat lima kabupaten/kota di Soloraya, yaitu Kota Solo, Kabupaten Sragen, Klaten, Boyolali, Wonogiri, dan Sukoharjo, sedang membelanjakan dana APBD yang nilai totalnya ratusan miliar rupiah untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 9 Desember 2015.
Pada waktu bersamaan daerah-daerah tersebut tergolong punya masalah kemiskinan yang akut di wilayah Jateng. Konsep dasar otonomi daerah yang diterapkan di daerah di seluruh Indonesia sejak 1999 hingga 2015 ini adalah untuk memperkuat posisi birokrasi daerah dalam menyusun desain menyejahterakan rakyat tanpa harus bergantung pada pemerintah pusat.
Konsep pilkada langsung merupakan kreasi otonomi daerah agar kepala daerah yang terpilih adalah kepala dearah yang memiliki legitimasi politik tinggi di mata rakyat di daerah. Itulah sebabnya momentum pilkada serentak dan isu antikemiskinan seharusnya menjadi tema sentral kampanye politik yang harus diusung para calon kepala daerah.
Isu utamanya bagaimana menata dan mengelola isu kemiskinan dalam platfro, visi, misi, dan program kerja memfungsikan birokrasi pemerintah dalam merancang aneka model program kreatif, produktif, dan manusiawi yang antikemiskinan untuk mengurangi beban berat kehidupan rakyat di daerah. [Baca: Lembaga Antikemiskinan]
Lembaga Antikemiskinan
Pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 15/2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. PP ini merupakan payung hukum agar pemerintah daerah mencari terobosan dan program kreatif dalam merancang tata kelola antikemiskinan dengan memberdayakan birokrasi daerah (PNS) dan potensi sumber daya alam daerah.
Salah satu gagasan desain program kreatif pengentasan kemiskinan yang perlu dipertimbangkan dan dikembangkan di semua kabupaten/kota adalah perlunya desain baru birokrasi pemerintah daerah untuk menata dan mengelola isu antikemiskinan, salah satunya pembentukan unit pelayanan terpadu penanggulangan kemiskinan daerah (UPTPKD).
Tujuan pembentukan UPTPKD adalah untuk melakukan inovasi model pelayanan one stop service (OSS) atau pelayanan satu pintu terhadap masyarakat miskin melalui pendanaan bersumber APBD dan APBN. Selama ini dana-dana sosial untuk pelayanan masyarakat miskin tersebar di berbagai dinas, badan, dan kantor di lingkungan birokrasi pemerintah daerah.
Masing-masing institusi birokrasi ini memiliki dana sosial maka model penggunaan dana APBN untuk orang miskin ini kerap tidak dapat terserap secara maksimal, tidak efisien, dan efektif untuk membantu mengatasi kemiskinan di setiap kabupaten/kota di Indonesia.
Lebih dari itu, program dan bentuk kegiatan untuk mengatasi kemisikinan di setiap instansi juga berbeda-beda. Akibatnya tak terpadu dan tidak dapat menyentuh langsung pada kelompok sasaran masyarakat miskin yang benar-benar memerlukan uluran tangan pemerintah daerah.
Birokrasi pemerintah daerah seharusnya dikelola agar efektif dan efisien untuk melayani kaum miskin dengan mendesain OSS layaknya model pelayanan terhadap pemilik modal atau investor di daerah yang selama ini dimuliakan.
OSS untuk investor atau penanam modal itu seperti badan perizinan terpadu dan penanaman modal (BPTPM) yang digulirkan pada 2002 lalu dan kini telah diadopsi secara nasional oleh Kementerian Dalam Negeri menjadi model pelayanan OSS di pemerintah daerah di seluruh Indonesia. [Baca: Program Antikemiskinan]
Program Antikemiskinan
UPTPKD ini diharapkan mampu secara signifikan melayani kaum miskin dengan menyatukan dana-dana sosial yang dimiliki semua instansi di kabupaten/kota untuk dikelola oleh satu unit khusus.
Tentu terlebih dahulu harus membuat database yang terpadu dan tepat jumlah maupun nama kaum miskin by name dan by address. Cara ini akan membuat cermat dalam menyusun program kegiatan dan model pelayanannya.
UPTPKD merancang aneka program nyata yang tepat sasaran dan sangat mendesak bagi kaum miskin agar dapat hidup secara manusiawi. Sejumlah program yang disiapkan adalah jaminan pelayanan kesehatan, beasiswa untuk siswa sekolah dan mahasiswa perguruan tinggi, penanganan anak putus sekolah, bantuan alat dan modal untuk keluarga miskin, santunan kematian, perawatan gelandangan dan orang telantar, perbaikan rumah tidak layak huni, beras untuk rakyat miskin, serta jaminan sosial lanjut usia dan cacat berat.
Itulah sebabnya UPTPKD merancang aneka kartu yang dapat digunakan kaum miskin bukan saja sebagai indentitas tapi juga sekaligus sebagai alat untuk mendapat pelayanan secara gratis. Program-program seperti ini pasti menuai respons positif dari masyarakat karena mampu membantu mengurangi beban hidup masyarakat miskin.
Sejumlah studi yang dilakukan beberapa lembaga penelitian yang peduli isu kemiskinan di daerah menyajikan data beberapa kendala yang dihadapi dalam merancang model tata kelola pengentasan kemiskinan di daerah.
Kendala itu seperti masih rendahnya tingkat validitas database keluarga miskin yang mengakibatkan banyak warga miskin yang belum terakomodasi dalam program ini. Rendahnya budaya malu masyarakat, lebih suka dimiskinkan agar mendapat pelayanan gratis, mengakibatkan program ini terkesan tidak member kail kepada warga miskin dan hanaya memanjakan mereka.
Program tidak membuat kaum miskin tertantang untuk berusaha untuk keluar dari jerat kemiskinan. Selain itu, kendala pembiayaan dalam pengoperasian program penanggulangan kemiskinan di daearah masih bergantung pada APBD dan APBN. Belum ada upaya mempersiapkan fresh money atau sumber-sumber anggaran non-APBD dan non-APBN yang sah dan tidak mengikat yang mudah digunakan. [Baca: Pengembangan Program]
Pengembangan Program
Di titik ini sesungguhnya calon kepala daerah yang akan berlaga dalam pilkada serentak 2015, dan kelak terpilih menjadi kepala dearah, harus memiliki program cerdas dan kreatif untuk mengumpulkan dana-dana publik baik dari perorangan, perusahaan swasta dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan swasta , maupun dalam bentuk swadaya masyarakat.
Tata kelola antikemisinan akan kian dapat berdaya jika disokong oleh pendanaan yang kuat. Pemerintah kabupaten/kota dalam merancang program pengentasan kemiskinan seharusnya dilengkapi dengan sumber daya manusia yang andal untuk menghimpun dana-dana publik yang kemudian dikelola secara profesional dan akuntabel.
Agar program antikemiskinan ini hasilnya dapat terlihat, perlu merancang program-program pemberdayaan kaum miskin melalui aneka bentuk pelatihan keahlian dari hulu hingga ke hilir, mulai dari pertanian, pengolahan hasil pertanian, penjualan, usaha kecil, serta keterampilan dalam bidang-bidang pegembangan masyarakat berbasis swadaya dan kemitraan.
Ini penting dilakukan agar segera melepaskan masyarakat miskin dari ketergantungan kepada pemerintah dan membuat mereka terdorong keluar dari lubang jarum kemiskinan. Dalam merancang tata kelola isu kemiskinan di kabupaten/kota, para calon kepala dearah yang berlaga dalam pilkada serentak 2015 perlu merancang program konkret anti kemiskinan.
Program ini sebagai program inovasi memberdayakan rakyat miskin yang perlu didukung kemitraan dengan Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Berdasarkan UU No. 6/2014 tentang Desa, pada 2015 ini kementerian ini mengucurkan dana segar dari APBN senilai ratusan juta rupiah untuk setiap desa.
Tugas kepala daerah adalah mengelola dana desa ini untuk memperkuat berbagai unit usaha mikro berbasis industri kreatif dan pengolahan hasil pertanian untuk pemberdayaan masyarakat desa agar dapat bangkit dari kemiskinan dan menjadi warga negara yang terhormat dan sejahtera.