Jumat, 4 Januari 2019 09:55
Laporan Wartawan Tribunsolo.com, Asep Abdullah Rowi
TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Beredarnya hoaks tujuh kontainer berisi surat suara dari Cina yang sudah dicoblos untuk capres cawapres nomor urut 01 di Pelabuhan Tanjung Priok, diduga menjadi hidden agenda mendelegitimasi Pilpres dan meneror Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pengamat Politik dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto memaparkan, berita hoaks yang kemudian menjadi sorotan publik karena cuitan dari Wakil Sekjen Partai Demokrat, Andi Arief, merugikan seluruh rakyat Indonesia
“Diduga ada motif terselubung atau hidden agenda setting untuk mendelegitimasi Pilpres,” paparnya kepada TribunSolo.com, Jumat (4/1/2019).
Dosen Hukum Tata Negera itu menerangkan, jika berita bohong yang berkaitan dengan isu-isu pemilu tersebut memang sengaja dirancang khusus dengan sasaran tembak KPU.
“Maka berpotensi meneror kinerja KPU dalam penyelenggaraan pemilu,” terang dia.
Dia melanjutkan, untuk itu dikhawatirkan teror-teror dengan berita tidak benar terkait pemilu, akan meruntuhkan kepercayaan publik pada penyelenggara pemilu yang notabene saat ini tengah mempersiapkan berbagai hal.
“Agar ada kesan di mata publik sejak awal KPU tidak profesional dan curang dalam pemilu,” kata dia.
“Itu kan berbahaya, padahal KPU menjunjung tinggi integritas dan profesional,” imbuhnya.
Penjelasan dari KPU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah berkoordinasi dengan Cyber Crime Mabes Polri untuk menindaklanjuti penyebaran hoaks 7 kontainer surat suara pemilu yang sudah tercoblos.
Menurut Ketua KPU Arief Budiman, pihak kepolisian akan segera melacak dan mencari pihak yang menyebarkan berita bohong itu.
Hingga saat ini, belum diketahui siapa yang pertama kali membuat dan menyebarkan hoaks yang berawal dari rekaman suara yang tersebar di berbagai sosial media tersebut.
“Saya ingin menyampaikan kepada pihak kepolisian untuk melacak dan mencari siapa yang menyebarkan dan membuat rekaman suara ini, termasuk siapa yang menulis. Jadi ada capture tulisan yang memuat tentang berita bohong ini,” kata Arief di Kantor Bea Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (2/1/2019) malam.
Pada Rabu malam, KPU bersama Badan Pengawas Pemilu melakukan pengecekan informasi itu ke Kantor Bea dan Cukai, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Arief mengatakan, sebelum meminta pihak kepolisian untuk ikut melacak pelaku, KPU sudah lebih dulu merunut kronologi tersebarnya informasi itu.
Akan tetapi, karena masifnya informasi yang tersebar melalui berbagai platform, KPU belum menemukan penyebar hoaks. Oleh karena itu, KPU bekerja sama dengan kepolisian mencari pelaku.
Arief menegaskan, KPU akan melawan siapa pun pihak yang mengganggu penyelenggaraan pemilu.
“Jadi orang-orang jahat yang mengganggu pemilu kita, yang mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu itu harus ditangkap, kami akan lawan,” kata Arief.
Hoaks mengenai 7 kontainer surat suara pemilu yang sudah tercoblos tersebar melalui sejumlah platform, seperti YouTube dan WhatsApp.
Hoaks itu berupa rekaman suara seorang lelaki yang menyatakan:
“Ini sekarang ada 7 kontainer di Tanjung Priok sekarang lagi geger, mari sudah turun. Dibuka satu. Isinya kartu suara yang dicoblos nomor 1, dicoblos Jokowi. Itu kemungkinan dari Cina itu. Total katanya kalau 1 kontainer 10 juta, kalau ada 7 kontainer 70 juta suara dan dicoblos nomor 1. Tolong sampaikan ke akses, ke pak Darma kek atau ke pusat ini tak kirimkan nomor telepon orangku yang di sana untuk membimbing ke kontainer itu. Ya. Atau syukur ada akses ke Pak Djoko Santoso. Pasti marah kalau beliau ya langsung cek ke sana ya.”
Setelah KPU dan Bawaslu melakukan pengecekan bersama pihak Bea Cukai, dipastikan bahwa informasi 7 kontainer surat suara pemilu yang sudah tercoblos adalah hoaks. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunsolo.com dengan judul Hoaks 7 Kontainer Surat Suara, Pengamat: Ada Hidden Agenda Mendelegitimasi Pilpres dan Teror ke KPU, https://solo.tribunnews.com/2019/01/04/hoaks-7-kontainer-surat-suara-pengamat-ada-hidden-agenda-mendelegitimasi-pilpres-dan-teror-ke-kpu?page=3.
Penulis: Asep Abdullah Rowi
Editor: Fachri Sakti Nugroho