Senin 21 Januari 2019, 08:55 WIB
Akmal Fauzi | Politik dan Hukum
PEMERINTAH mewacanakan membentuk badan legislasi pemerintah atau lembaga khusus yang menangani peraturan perundang-undangan. Pembentukan lembaga itu bisa menjadi solusi masalah obesitas regulasi di Tanah Air. Pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin menilai lembaga itu diperlukan untuk mengatasi lemahnya manajemen internal pemerintah dalam pembuatan rancangan undang-undang (RUU).
“Itu untuk meminimalisasi tumpang tindih regulasi di bawah undang-undang. Cuma kan nanti model badan legislasinya bagaimana, apa langsung di bawah presiden atau di bawah Kemenkum dan HAM,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, kemarin. Ia menyatakan, dalam proses pembentukan RUU di kalangan pemerintah, kementerian satu dengan lainnya kerap tidak terkoneksi dengan baik. Untuk itu, wacana pembentukan lembaga itu menjadi pilihan tepat. “Nanti badan ini juga bisa menjadi partner Baleg DPR untuk memantau jalannya proses perundangan,” jelasnya. Hal senada diungkapkan pakar hukum tata negara Agus Riewanto. Ia menekankan pada otoritas dan fungsli kelembagaan itu perlu diperkuat. “Untuk itu nomenklatur badan ini harus bisa mengejawantahkan tahapan produk UU dan perundang-undangan, mulai perencanaan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangannya.” Ia pun menekankan agar tidak ada tumpang tindih kewenangan dengan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan yang memiliki tugas untuk merumuskan kebijakan di bidang perancangan, harmonisasi, pengundangan dan publikasi, litigasi peraturan perundang-undangan. Pembentukan badan baru, kata Agus, bisa menjadi solusi untuk mengatasi obesitas regulasi. Namun, bisa juga sebaliknya. Bahkan menjadi cikal bakal obesitas kelembagaan.
“Jadi memang harus dilebur. Jangan seperti pemberantasan korupsi, ada KPK, polisi, dan kejaksaan. Akibatnya tak efektif dan saling berkompetisi yang tak produktif,” paparnya. Wacana pembentukan Badan Legislasi Pemerintah pernah diutarakan Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam sebuah seminar belum lama ini. Usulan lembaga legislasi itu muncul lantaran sulitnya mengatasi obesitas regulasi di instansi pemerintahan. Pramono secara terang-terangan menilai obesitas regulasi berdampak sangat serius, antara lain menurunnya tingkat daya saing Indonesia di mata internasional. Perlu dikaji Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan usulan itu wajar karena selama ini memang terjadi tumpang tindih dan overregulated dari pusat hingga daerah. Pembentukan badan itu diharapkan mampu menyelesaikan problem yang ada. “Jadi karena adanya tren kementerian dan lembaga di pusat dan daerah berlomba-lomba membuat peraturan dan itu sudah lama,” kata Trubus. Tren itu, menurut Trubus, semakin diperparah dengan minimnya pengawasan oleh Kemenkum dan HAM sebagai lembaga yang memiliki otoritas membahas perundangan. Selain itu, diperparah pula dengan diterbitkannya aturan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah. “Contohnya UU Pornografi. Ketika itu, diterbitkan pemerintah pusat, tidak semua daerah bisa menerapkan. Di Bali, misalnya, tidak bisa karena budaya orang Barat (wisatawan asing) yang tidak mengenal aturan demikian,” ungkapnya. Maka dari itu, Trubus mengatakan menjadi sebuah kewajaran jika pemerintah kemudian melempar wacana mengenai pembentukan lembaga baru. Meski demikian, butuh waktu dan anggaran, serta persiapan yang matang agar lembaga itu tidak bertabrakan dengan lembaga lainnya, seperti Kemenkum dan HAM. (Faj/P-2)
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/211793-pemerintah-beri-solusi-obesitas-regulasipemerintah-beri-solusi-obesitas-regulasi?fbclid=IwAR0_blMA-YnvVGw4Wnd5yBoT4VDrhd1TFjMnITTCHzz8PbC23HIvggqCQkc