Haris Fadhil – detikNews
Senin, 27 Mei 2019 09:43 WIB
Jakarta – Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengajukan sejumlah link pemberitaan sebagai bukti untuk gugatan hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK). Lalu, seberapa kuat link berita sebagai alat bukti?
Ahli hukum tata negara dari UNS Solo, Dr Agus Riewanto, mengatakan ada sejumlah alat bukti yang bisa diajukan ke MK seperti diatur dalam Peraturan MK. Dia menyatakan alat bukti itu antara lain surat, dokumen, dan semuanya, kata Agus, harus otentik.
“Semua itu harus bersifat otentik ya. Otentik itu tulisan nyata dikeluarkan satu lembaga. Kemudian, kalau berupa dokumen tertulis, dia harus tertulis nyata ada, kemudian, atau otentikasi dari lembaga yang mengeluarkan,” ucap Agus, Senin (27/5/2019).
Dia mengatakan link berita itu berasal dari omongan atau pernyataan orang sehingga dinilainya bukan bukti yang bisa dipertanggung jawabnya. Oleh sebab itu, Agus menilai besar kemungkinan link itu tidak memenuhi kualifikasi.
“Itu kan bukan sebagai bukti ya, link itu kan pernyataan dan pernyataan itu bukan sebagai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi. Jadi kalau link itu dijadikan bukti di dalam persidangan, besar kemungkinan itu tidak memenuhi kualifikasi,” ucapnya.
Meski demikian, link berita itu bisa saja sebagai bukti awal. Misalnya, sebagai bukti awal penggunaan aparat negara, tidak netralnya ASN, tidak netral BIN, maka hal itu bisa saja.
“Tapi bukti permulaan itu harus dilengkapi dengan bukti otentik. Umpama, keterlibatan ASN, BUMN, ada link beritanya, pernyataan pejabatnya. Itu baru bukti awal. Harus dibuktikan nih bukti nyata bahwa lembaga itu terlibat ada suratnya nggak. Ada perintahnya nyatanya nggak. Ada perbuatannya, ada akta otentiknya berupa surat keputusan, berupa surat perintah, surat edaran dan sebagainya yang itu nyata otentik dikeluarkan lembaga resmi,” ucapnya.
Agus pun menyebut link berita itu tidak bisa disebut sebagai bukti yang dikeluarkan lembaga. Bukti berdasar link berita disebut tak cukup kuat dijadikan alat bukti di MK.
“Kalau cuma link-link kan itu tidak bisa disebut sebagai bukti yang dikeluarkan lembaga. Itu kan hanya pernyataan-pernyataan. Itu masih bukti permulaan menurut saya, jadi bukti yang tidak cukup kuat untuk dijadikan sebagai argumentasi bukti di Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.
Sebelumnya, berdasarkan berkas permohonan yang didapat detikcom, Minggu (26/5/2019), Tim Hukum mencoba membuktikan dalil Pilpres 2019 adalah pemilu yang dilakukan penuh kecurangan yang tersturktur, sistematis dan masif. Hal itu diukur dari penyalahgunaan APBN, Ketidaknetralan aparat, Penyalahgunaan Birokrasi, Pembatasan Media dan Diskriminasi Perlakukan dan Penyalahgunaan Penegakan Hukum.
Oleh sebab itu, mereka mengajukan bukti-bukti link berita, di antaranya:
1. Bukti P-12
Bukti link berita 26 Maret 2019 dengan judul ‘Polisi Diduga Mendata Kekuatan Dukungan Capres hingga ke Desa
- Bukti P-31
Bukti link berita 7 Januari 2019 dengan judul ‘Pose Dua Jadi di Acara Gerindra, Anies Terancam 3 Tahun Penjara’ - 3. Bukti P-14
Bukti link berita 6 Novemver 2018 dengan judul ‘Pose Jari Luhut dan Sri Mulyani Bukan Pelanggaran Pemilu’ - Bukti P-15
Bukti link berita 11 Desember 2018 dengan judul ‘Kades di Mojokerto Dituntut 1 Tahun Percobaan karena Dukung Sandiaga’ - Bukti P-16
Bukti link berita 12 Maret 2019 dengan judul ‘Bawaslu Setop Kasus 15 Camat Makassar Deklarasi Dukung Jokowi’
Selain contoh di atas, masih banyak bukti-bukti pemberitaan lainnya. “Semua fakta ini menunjukan terdapat kekeliruan yang terstruktur, masif dan sistematis yang tidak bisa diatasi oleh KPU,” ujar Tim Hukum Prabowo.
Namun, ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), sempat bicara soal bukti-bukti yang diajukan ke MK. Bukti itu merupakan gabungan dari dokumen dan saksi.
“Ada kombinasi dokumen dan saksi. Ada saksi fakta dan saksi ahli. Baru 51,” ujar BW di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jumat (24/5).
(haf/haf)