Andi Saputra – detikNews
Rabu, 23 Okt 2019 13:44 WIB
Jakarta – Dalam Kabinet Jilid 2, Jokowi kembali melakukan otak-atik nomenklatur kabinet. Seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) kembali membawahi Perguruan Tinggi (PT). Selain itu juga ada penarikan Badan Ekonomi Kreatif ke bawah Kementerian Pariwisata (Kemenparekraf).
Otak-atik nomenklatur tersebut ternyata bukan bagian dari hak prerogatif Presiden. Dalam peleburan atau penambahan kementerian, perlu persetujuan DPR.
Pasal 19 UU Kementerian Negara menyatakan:
- Pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan Kementerian dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Dewan Perwakilan Rakyat paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat Presiden diterima.
(3) Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Dewan Perwakilan Rakyat belum menyampaikan pertimbangannya, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap sudah memberikan pertimbangan.
Kembalinya Kemendikbud membawahi kampus seperti di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan periode sebelumnya. Menteri Pendidikan membawahi pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Kemudian di era Presiden Joko Widodo 20014-2019, Dirjen Pendidikan Tinggi dilebur ke Kementerian Risat dan Teknologi (Kemenristek) menjadi Kemenristek Dikti.
“Ketentuan Pasal 19 ayat 1, 2, 3 UU No. 39/2008 ttg Kementerian Negara ini mengikat presiden agar dalam menyusun kabinet berdasar pada aturan hukum admnistrasi negara,” kata ahli hukum tata negara Dr Agus Riewanto saat berbincang dengan detikcom, Rabu (23/10/2019).
Ketentuan UU Kementerian Negara Pasal 19 beserta ayatnya merupakan satu kesatuan atau bersifat komulatif. Di mana presiden diikat jika merubah dan menambah nomenklatur kementerian baru, maka harus dng pertimbangan DPR dlm tenggat waktu 7 hari sejak surat permohonan presiden diterima. Jika dalam 7 hari DPR tak membalas surat presiden maka dianggap DPR menyetujui.
“Pertanyaannya adalah apak perubahan dan penambahan nomenklatur 3 Kementerian baru, yakni Menko Kemaritiman ditambah nomenklatur dan Investasi, Meteri Ristekdikti diganti menjadi Riset dan Badan Riset Inovasi Nasional, Menteri Pariwisata ditambah nomenklatur Ekonomi Kreatif ini presiden telah meminta persetujuan DPR ? Jika belum maka ketiga menteri baru itu tidak sah secara hukum dan wajib dibatalkan,” kata Agus menegaskan.
Menurut Agus, ketentuan Pasal 19 itu dimaksudkan agar presiden dan lingkungan Istana tidak sembrono dan tidak berhati-hati dalam menyusun kabinet.
“Sejauh ini tak ada informasi yang jelas dan terkomunikasikan kepada publik akan kejelasan soal ini. Hal ini juga menunjukkan lingkaran Istana tidak memiliki staf khusus bidang HTN yang dapat mengontrol kebijakan presiden terkait aspek-aspek kenegaraan yang berpengaruh besar terhadap jalannya negara,” pungkas Agus.