Berkat Gibran, Calon Muda Bermunculan di Pilkada Solo, yang Tua Saatnya Pensiun? Ini Kata Pengamat

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Adi Surya Samodra

Penulis: Adi Surya Samodra
Editor: Asep Abdullah Rowi

TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Kemunculan kaum muda ke dalam panggung Pilkada Solo 2020 dinilai menjadi energi positif sebagai proses penyerahan tongkat estafet kepemimpinan.

Setelah munculnya putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka yang merupakan pemuda 32 tahun, belum lama ini muncul nama GPH Paundrakarna Sukmaputra Jiwanegara atau cucu Soekarno (40).

Pengamat Politik dan Ketatanegaraan dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto memaparkan, Indonesia telah masuk ke dalam fase dimana demokrasi hanya memberi ruang pada orang-orang tua.

Maka munculnya Gibran dan Paundra di Solo diharapkan bisa merambah ke berbagai daerah yang menggelar Pilkada serentak.

Terlebih selama ini, calon-calon yang muncul lebih banyak kalangan tua.

“Banyak ruang partisipasi anak muda yang seakan dihilangkan sistemik oleh partai,” ujar Agus kepada TribunSolo.com, Minggu (3/11/2019).

Menurut Agus, partai politik selama ini telah mengasumsikan anak muda sebagai sosok yang tidak diperhitungkan.

“Melalui partai politik, anak muda diasumsikan tidak memiliki jaringan sosial yang kuat, tidak memiliki modal uang yang cukup, tidak memiliki komunikasi politik yang cocok dengan kaum tua,” terang Agus.

“Itu sebabnya anak-anak dalam proses Pilkada di Indonesia itu di-exclude-kan dalam sistem partai,” imbuhnya menekankan.

Selain itu, Agus menuturkan partai politik lebih banyak dikuasai oleh kaum oligarki sehingga membuat demokrasi Indonesia mampet.

Padal lanjut dia, anak-anak muda yang muncul menjadi energi positif sebagai proses penyerahan tongkat estafet kepemimpinan seperti halnya hadirnya nama Gibran dan Paundra di Solo.

“Partai politik sejuh ini lebih banyak dikuasai oligarki, kaum oligarki yang rata-rata orang-orang tua, sistem partai kita menempatkan proses demokratisasi,” ujar Agus.

“Orang yang dianggap punya partai adalah mereka yang memiliki modal terbesar di partai itu, jaringan sosial terbesar, paling populer, dan itu semua orang tua tidak ada yang muda,” tambahnya.

Oleh karenanya, Agus memandang para anak muda sudah tidak masuk hitungan dalam sistem kepartaian.

“Dalam pencalonan tidak muncul orang muda, karena orang muda tidak ikut menggodok,” ucap Agus.

Saatnya yang Tua Pensiun

Agus merasa pesimis orang-orang tua yang ada dalam partai politik berkeingin untuk turun panggung alias pensiun.

Melihat di Solo, calon yang disetorkan oleh DPC PDI Perjuangan Solo merupakan calon-calon tua yakni Achmad Purnomo-Teguh Prakosa.

“Para elit tua sudah gak zamannya lagi ngungkepi atau ditutup rapat partainya sendiri,” tutur Agus.

“Apalah mereka mau pensiun? kayaknya enggak deh, karena politik itu candu,” imbuhnya.

Agus mengatakan, orang-orang yang telah berkuasa lama memiliki kecenderungannya sendiri.

“Orang berkuasa prinsipnya dua, yakni memperluas kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan,” kata Agus menegaskan.

“Elit politik itu ingin selalu berkuasa,” tambahnya menekankan.

Agus khawatir kecenderungan itu dapat menjadi contoh yang kurang baik bagi anak-anak muda.

“Yang begini ini, contoh buruk bagi anak muda,” jelasnya.

“Orang-orang tua politik terkesan tidak memberikan ruang,” tandasnya.

Untuk itu menambahkan, seperti halnya kemunculan Gibran sebagai anak muda yang sukses dalam karir entrepreneur-nya dan manajemen karyawannya di berbagai daerah di Indonesia, akan memantik anak-anak muda muncul di panggung politik.

Apalagi lanjut dia, Indonesia mengalami bonus demografi di antaranya membludaknya usia produktif antara 17-42 tahun yang dikenal dengan generasi milenial.

“Jadi sudah saatnya yang muda-muda muncul, seperti halnya Gibran dan Paundra,” tutur dia.

“Tetapi mereka harus orisinalitas, bisa menampilkan dirinya seutuhnya bukan karena anak Presiden atau cucu Soekarno,” akunya menekankan.

Adapun jika melihat Gibran menurut Agus, tidak bisa dianggap sebelah mata meskipun tidak berada di sistem struktural partai

Dikatakan, Gibran selama ini dikenal sebagai sosok pekerja keras di bidang entrepreneur dengan membuka usaha di berbagai daerah di Indonesia, mapan, rekam jejak bersih hingga lulusan luar negeri yang diharapkan berwawasan global pada revolusi industri 4.0.

“Tidak tidak ada beban, apalagi jika misalnya kejadian dia (Gibran) jadi Wali Kota Solo, maka yang akan dipimpinnya sebagian besar adalah anak-muda milenial hasil bonus demografi,” aku dia. (*)

https://solo.tribunnews.com/2019/11/03/berkat-gibran-calon-muda-bermunculan-di-pilkada-solo-yang-tua-saatnya-pensiun-ini-kata-pengamat.

About admin

Check Also

Pengamat: Komunikasi media sosial tingkatkan elektabilitas Kaesang

Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep (tengah) didampingi Presiden PKS Ahmad Syaikhu (keempat kanan) menjawab pertanyaan …

Tim Hukum PDIP Nilai Keterangan Ahli KPU Lemah

Pimpinan tim PDI Gayus Lumbuun di Gedung PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (2/4). Foto: Aristo/JPNN.com …

Pengamat: Ada 2 Alasan Pembangunan Solo Tetap Berlanjut, meski Gibran Mundur

Candra Septian Bantara , Ahmad Mufid AryonoJumat, 19 Juli 2024 – 17:31 WIB SOLOPOS.COM – Pengamat politik …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *