Kamis, 20 Februari 2020 – 18:30 WIB
SOLO – Pengamat politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Agus Riewanto melihat belum turunnya rekomendasi calon wali kota (cawali) Solo yang akan diusung PDIP karena menunggu momentum yang pas. Selain itu juga sebagai strategi agar bakal calon tidak pindah ke partai lain.
“Ini strategi politik, kalau nama tentunya sudah ada di kantong Ketua Umum DPP PDIP. Tinggal mengeluarkan rekomendasi, tapi diumumkannya butuh momentum,” kata Agus Riewanto, Kamis (20/2/2020).
Momentum itu di antaranya karena belum ada kejelasan lawan tanding. Apakah calon independen atau calon dari koalisi partai politik. Sejauh ini, dari koalisi partai politik juga belum ada kejelasan siapa nama yang akan disiapkan untuk melawan. Sedangkan dari calon independen saat ini masih proses verifikasi faktual.
Jika lawan tandingnya mulai kelihatan, diperkirakan rekomendasi akan dikeluarkan. Pertimbangan lain karena dua kandidat kuat bakal calon Wali Kota Solo dari PDIP, Achmad Purnomo maupun putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, masing-masing memiliki kekuatan untuk memenangkan pertarungan dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Solo.
Jika salah satunya tidak memperoleh rekomendasi, maka ada kemungkinan bakal dipinang oleh partai lainnya. Jika lompat partai, maka PDIP bakal bekerja ekstra keras untuk memenangkan Pilwalkot Solo. Sehingga rekomendasi dari DPP PDIP terkait siapa calon yang diusung, diperkirakan turun ketika waktunya sudah mepet.
Meski sejumlah partai telah menyatakan dukungannya jika Gibran diusung PDIP, tapi berbagai kemungkinan bisa terjadi. Solo yang terkenal sebagai kandang banteng, PDIP di atas kertas calon yang diusung bakal menang. Namun yang menjadi problem adalah berapa suara kemenangannya. Angka kemenangan tentunya harus di atas rata-rata dibanding daerah lain.
Sebagai contoh jika yang dipilih Gibran. Anak Presiden jika berkompetisi angkanya tentunya harus lebih tinggi dibanding jika calonnya bukan anak Presiden. Kemenangan harus di atas 80% untuk memperkuat argumentasi bahwa popularitas dan legitimasinya tidak diragukan.
Dengan perolehan suara yang tinggi, maka Gibran bisa menjadi pemimpin di level berikutnya. Jika angkanya di atas rata-rata, maka bisa dikatakan ini pantas sebagai pemimpin masa depan. Jika kemenangannya kecil, tentunya menjadi tidak menarik. Sehingga dirinya menduga perhitungan PDIP sudah ke arah sana.
(amm)