
Solo –
Dua pasangan calon (paslon) Pilkada Solo, Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakosa dan Bagyo Wahyono-FX Supardjo dianggap belum optimal dalam debat publik perdana kemarin. Gibran dinilai terlalu emosional, sedangkan Bagyo dinilai seperti orang mencurahkan hati alias curhat.
Hal tersebut disampaikan pengamat politik dan hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto. Dia mengaku tidak menangkap gagasan kedua paslon secara mendalam.
“Baik Gibran dan Bajo memang terkesan belum mampu secara kuat memaparkan gagasan besar itu agar mudah ditangkap publik,” kata Agus saat dihubungi wartawan, Sabtu (7/11/2020)
“Gibran saya lihat terlalu emosional, cara memamparkan gagasan tidak runut, dan tidak detail. Sedangkan Bajo kesannya bukan orang berkampanye atau mempersuasi, tapi seperti curhat saja,” ujarnya.
Agus menilai keduanya memiliki gagasan yang mirip. Gibran lebih unggul dalam gagasan ekonomi dan pembangunan kota. Namun Bagyo lebih tenang dan bisa menyampaikan secara sederhana.
“Tapi Gibran saya pikir juga masih meraba-raba karena risetnya belum mendalam. Bagyo kebanyakan hanya merepetisi atau merespons Gibran saja,” ujar Agus.
Kekurangan kedua paslon tersebut, kata Agus, tidak lepas dari latar belakang keduanya. Gibran dan Bagyo dianggap tidak memiliki pengalaman empirik di dunia politik.
“Karena memang tidak punya pengalaman empirik di bidang politik, sosial dan mereka bukan organisatoris. Dan tidak terbiasa memaparkan gagasan besar dalam organisasi politik,” ungkapnya.
Agus berharap keduanya bisa tampil lebih baik dalam debat Pilkada Solo kedua bulan depan. Dia pun memberi beberapa saran buat mereka.
“Perlu riset mendalam, solusi juga kurang kuat. Kalau bisa nanti lebih kuat dalam data. Untuk Gibran, tidak perlu menggebu-gebu, rileks saja. Untuk Bagyo, gagasannya kurang global, kurang makro, sehingga kurang mempersuasi orang,” tutupnya.(bai/ams)