Penulis Heri CS -04/11/2021
Semarang, Idola 92.6 FM – Menatap Pemilu 2024, sejumlah politisi hingga parpol kini mulai berbenah serta menyiapkan diri, bahkan tak jarang melakukan manuver-manuver politik.
Salah satu manuver politik itu, Parpol besar kembali menyuarakan menaikkan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Kita ketahui, opsi revisi UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 telah ditutup rapat oleh pemerintah dan parpol.
Namun, bisa saja hal itu dibuka kembali. Sebab, bukankah tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. Apalagi, hal ini sejatinya merupakan wacana lama dan kerap menyeruak ke permukaan. Dua parpol besar baru-baru ini menyuarakan kenaikan ambang batas parlemen, yakni: PDI Perjuangan dan didukung Partai Golkar. Ambang batas parlemen diusulkan naik dari yang saat ini 4 persen menjadi 5 persen.
Usulan tersebut dikemukakan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan didukung Ketua Komisi III DPR yang juga Waketum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia. Menurut Hasto, pemerintahan yang menganut sistem presidensial membutuhkan dukungan multipartai sederhana. Untuk mewujudkan itu, bisa dilakukan dengan menaikkan ambang batas parlemen.
Lantas, kenaikan Parliamentary Threshold untuk apa dan untuk siapa? Apakah hanya untuk “memagari” agar tidak ada parpol baru yang masuk dan ikut “berpesta”?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, kami nanti akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Hendri Satrio (Pengamat Politik/Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI); Agus Riewanto (Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta); dan Mardani Ali Sera (Anggota Komisi II DPR RI/ Ketua DPP PKS). (her/yes/ ao)